Jika berbicara tentang bagaimana kondisi Indonesia sekarang, mungkin saya dan sebagian kita hanya tau dari media ataupun televisi saja, kita tidak tau
bagaimana kondisi Indonesia secara merata, apakah merata atau masih berat
sebelah, ya mungkin karna faktor saya yang seorang anak kampung yang memiliki
pengetahuan kurang dan juga Cuma bisa melihat Indonesia ini dari media televisi,
sebelum mendapatkan beasiswa bidikmisi, saya belum bisa memiliki smartphone dan
mungkin hanya bisa melihat Indonesia dari televisi saja, baik itu untuk
mengakses informasi maupun mengenal
dunia luar.
Dan sekarang kita akan
berbicara mengenai kondisi indonesia
terlebih dahulu, dahulu saya sering membandingkan kenapa kota-kota yang ada di televisi seperti kota di pulau Jawa itu lebih maju dari pada
kabupaten saya, dan dengan semakin bertambahnya usia saya semakin tau penyebab
itu semua adalah otonomi daerah, sebuah kebijakan yang di berikan untuk daerah
tersebut mengelola sendiri sumber daya yang ada di daerah tersebut , baik itu
sumber daya alam, mineral maupun manusia. Dan saya tau sumber daya di daerah
saya banyak, khususnya emas, tapi mengapa percepatan pembangunan kota berjalan
lambat, Dan disini saya juga baru mendapatkan alasan bahwa kualitas manusia lah
yang sangat-sangat mempengaruhi kemajuan
daerah daerah tersebut, dan kenapa saya
merasa daerah saya kurang maju mungkin karna mata saya kurang terbuka atau
mungkin kondisinya memang seperi itu, daya beli masyarakat rendah di buktikan
nya hanya sedikit minimarket yang mau memangun cabang disini, dan bukan berarti
dengan saya beranggapan daerah saya masih tertinggal saya juga beranggapan SDM
kami masih kurang bagus, sebenarnya banyak
juga putra putri asli kabupaten kuantan singingi ini yang sudah menjadi manusia
unggul tapi mungkin saya saja yang tidak mengetahui.
Berangkat dari mebandingkan daerah sendiri dengan daerah
daerah yang sering muncul di televisi akhirnya saya menanamkan dalam hati untuk
menjadi salah satu putra daerah kuansing yang semoga besok bisa merubah dan
memajukan daerah kuantan singingi. Namun sebelum kita bermimpi tentu sebagai manusia tak mau mimpi sekedar
mimpi dan cerita hanyalah cerita, tentu ada keinginan untuk mewujudkan.
Dari hal ini kita kebelakangkan
dulu masalah logika, di sini saya ingin menjelaskan terlebih dahulu mengenai mimpi saya dulu, masalah terealisasi atau
tidak kita serahkan ke sang pencipta, walau jika di hubungkan ke status ekonomi
itu sangat tidak bisa menutupi, itu pendapat saya waktu masih kelas dua SMA.
Akibat keseringan melihat
televisi membuat tingkat halusinasi terlalu tinggi dan tigkat ekspetasi
teralalu berani, di awali dengan saya menonton film yang jalan ceritanya di
angkat dari kisah hidup salah satu kepala Negara Indonesia yaitu pak BJ Haibie
, dengan judul habibie ainun 2, dan yang
saya cerna dari film ini bukanlah
keromantisan antara bapak Habiebie dan ibuk Ainun, melainkan keseriusan pak Habibie
dan tekad dia yang percaya bisa merubah Indonesia dari Negara Agraria menjadi Negara
HI-tech seperti jepang dan jerman, dari sini kita bisa menangkap jika kita
ingin merubah sesuatu yang mungkin sulit untuk dirubah kita harus merubah diri
sendiri terlebih dulu, walau banyak cemo’oh
kita harus kuat dengan tekad tersebut.
Jika kita membandingkan pada apa yang pak Habibie
punya dengan kehidupan saya mungkin
sangat-sangat berbeda, apalagi dari segi kecerdasan, namun apa yang di bilang
tekad untuk membawa kemajuan bagi tanah air yang digelorakan pak habibie itu saya
merasa semangat itu tumbuh di hati saya, terinspirasi dari film ini dan di
latar belakangi masalah yang ingin membawa kemajuan ke daerah asal membuat saya untuk bertekad dengan bermimpi
menjadi seorang engineer, atau insinyur, seperti apa yang di tekuni pak Habibie,
dan saya yakin juga seorang engineer mampu membawa kemajuan kepada daerahnya
maupun negaranya, dibuktikan juga dengan prestasi pak habibie yang mampu
menomalkan Indonesia setelah terpuruk dari krisis moneter jaman presiden
soeharto. Sejak saat itu saya bermimpi
menjadi seorang insinyur .
Masuk ke masa masa SMA, dimana
masa masa awal kita mencari jalan awal kemasa depan, mimpi saya untuk menjadi seorang insinyur sudah dapat,
dan sekarang saya berpikir untuk bagaimana merealisasikannya, jikalau melihat
kondisi ekonomi keluarga saya mungkin sangat sulit untuk mendukung impian saya
untuk menjadi seorang insinyur, dengan kondisi pekerjaan orang tua sebagai
petani, apalagi seorang petani karet, dengan harga karet yang waktu saya SMA
sekiataran RP.5000-RP.6000 pada waktu itu, dan dengan luas kebun karet yang
tidak terlalu luas membuat pengahasilan orangtua saya hanya sekitaran seratusan
per minggu untuk 4 anggota keluarga, namun kembali lagi orang tua saya selalu
berpesan “jalan sudah di atur oleh tuhan”.
Jikalau saya berkuliah nanti
mungkin akan sangat sangat menyulitkan orang tua saya yang mana mereka juga
sudah menempu usia senja, bapak dengan umur(64) dan ibu dengan umur (59) pada
waktu itu juga salah satu dari sekian alasan untuk membuat saya berpikiran
tidak akan berkuliah, Berkaca dari dua orang abang saya yang sudah berkuliah
dan telah menjadi sarjana, dan untuk menguliahkan abg saya saja saya pernah
ikut turun membantu bapak saya untuk motong karet, paginya sekolah siangnya
motong karet, itu pas masih SMP, dan lahan yang di garap itu paginya lahan
sendiri siangnya lahan orang lain dan nanti hasilnya di bagi, itu terjadi waktu
saya masih smp, waktu itu harga karet sudah seperti ini tapi usia orang tua masih
segar, berbeda dengan jaman saya, lahan sudah tinggal lahan sendiri dan usia
orang tua sudah tua, dan banyak lagi pertimnbangan saya untuk memutuskan
berkuliah atau tidak.
Walau di hubungkan ke keadaan
ekonomi tidak memungkinkan, namun saya tetap bersih kukuh untuk berkuliah, dan
akhirnya masa SNMPTN sudah dekat, jika di hubungkan dengan tingkat kecerdasan,
saya adalah anak yang tidak pintar pintar amat dan tidak masuk tiga besar,
namun karna mungkin dari jawaban dari impian allhamdulillah saya di luluskan di
data pdss dan allhamdulillah berkesempatan
bersaing di SNMPTN, dan mungkin inilah satu satunya jalan saya untuk
berkuliah. Ketika saya gagal mungkin saya tidak tau lagi bagaimana cara untuk
berkuliah, jadi saya berpikir saya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan itu,
tapi kembali lagi ke kepercayaan saya selaku umat beragama tentang mainset
semua sudah di tentukan tuhan.
Setelah saya lulus pdss dan saya
beranikan untuk mengambil Teknik sipil di universitas Riau, karna ini ada
kaitan dengan mimpi menjadi seorang insinyur, namun kembali lagi ke persaingan
SNMPTN tidak lah mudah. Kita bersaing dengan semua lulusan SMA yang ada di
Indonesia, bukan hanya dengan teman satu sekolah, namun disini lah hambatanya,
saya yang biasa-biasa saja berani mengambil jurusan teknik sipil, yang mana
banyak orang yang menginginkan jurusan tersebut, ternyata pesaing datang bukan
dari orang luar, melainkan dari teman sejawat saya sendiri, yang mana waktu itu
dia posisinya sebagai juara umum sekolah. Jika bersaing dengan saya maka saya akan kalah
telak, dan disitu saya harus berimprovisasi untuk tidak menyia-menyiakan
kesempatan SNMPTN itu, saya harus memikirkan bagaimana saya harus tembus jalur
ini, jikalau tidak tembus maka saya tidak akan kuliah, karna kemampuan otak yang
pas pas buat SB dan pengaruh ekonomi yang menghambat saya untuk masuk swasta. dan
ketika dekat waktu pendaftaran SNMPTN tiba-tiba saya melihat di televisi
seorang gubernur jawa barat yang dulunya masih menjabat sebagai walikota
Bandung, yap benar bapak Ridwan Kamil, seorang pemimpin yang mampu merubah
wajah bandung dan seorang akademisi yang berlatar belakang arsitek, dari hal
ini saya memutuskan untuk berbelok dari teknik sipil ke arsitektur, dan
ternyata jodoh, di Universitas Riau waktu itu baru berdiri jurusan Arsitektur,
berdiri sebagai jurusan baru dua tahun waktu saya masuk tepatnya pada tahun
2018 dan ada sudah sejak dari 2009, yang mana Arsitektur Unri sebelum jadi
jurusan dulu dia berada di naungan jurusan Teknik Sipil.
Berkat melihat bapak Ridwan Kamil
ini saya memutuskan untuk mengambil jurusan Arsitektur, pada waktu itu saya
belum tau bagaimana banyaknya keluar uang sewaktu menimba ilmu sebagai
mahasiswa arsitek, dan mungkin jikalau di hubungkan ke ekonomi saya lagi
semakin tidak akan bisa orang tua saya untuk menguliahkan, dan disinilah di
mulai sakit sakit nya untuk berkuliah.
Sebelum memututuskan mengambil
arsitek terlebih dahulu saya mempertimbangkan di masalah biaya, waktu itu belum
terpikir biaya penunjang kuliahnya, seperti biaya alat gambar dan lain
lain, saya masih memikirkan biaya SPP
atau mungkin kalo di universitas negri lebih di kenal sebagai Uang Kuliah
Tunggal. Dan akhirnya saya mendapat info kalau beasiswa bidikmisi itu ada, yang
saya ketahui waktu itu bidikmisi adalah beasiswa berprestasi, dan saya adalah
siswa yang tidak memiliki prestasi satupun, tapi kembali lagi ke cara yang saya
ambil waktu SNMPTN, yaitu coba dulu, lulus Alhamdulillah galulus gajadi kuliah,
akhirnya saya ambil beasiswa ini.
Waktu pengumuman SNMPTN pun tiba,
dan saya terkejut sewaktu saya mau berangkat sekolah saya di hampiri salah
seorang guru saya di jalan, dan dia memberitahu kalau saya lulus SN, tapi saya
masih belum mau terlalu berharap, walau sebenarnya pengumuman SN ini hari
kemarin, namun karna saya tidak memiliki hp untuk mengakses internet jadi saya
telat dapat info, dan allhamdulillah mimpi buat jadi seorang insinyur seperti
pak haibibi perlahan lahan terwujud, walau pak habibie di bidang penerbangan
dan saya di bidang pembangunan, dan dua hal ini Cuma berbeda subjek saja, setidaknya saya berhasil lulus di Arsitektur
Unri, walau waktu itu akreditasi masih C, bagi saya akreditasi jurusan bukanlah
masalah bagi seorang engineer, ang terpenting adalah skill dan softskill.
Walau tak menjadi seorang insinyur saya bersyukur bisa lulus di
kampus Unri dan lulus di jurusan Arsitektur fakultas teknik. Namun itu hanyalah
awal perjuangan, perjuangan belum di mulai, itu menurut saya. Awal niat saya di uji pertama kali ialah sewaktu
penentuan UKT Mahasiswa, dan saya terkejut karna mendapat golongan 4, sekitaran
3 juta’an waktu itu kalau tidak salah, dan saya sangat sangat sedih menimbang bagaimana cara saya
mendapatkan uang sebanyak itu dengan kondisi orang tua seperti itu, pintu
pertama terbukak tetapi masih ada pintu lain yang harus saya lewati, niat di
uji berkali kali rasanya, dan saya belum
tau masih berapa pintu yang harus saya hadapi, begitulah kurang lebih
gambarannya.
Kembali lagi ke tekad kuliah,
akhirnya saya mendapatkan jalan bahwa seorang pelamar bidikmisi ternyata di
perbolehkan tidak membayar UKT, dan waktu itu status saya masih berstatus
sebagai pelamar bidikmisi, dan
allhamdulillah sudah ada jalan, namun pintu masalah selanjutnya datang, yaitu
masalah dimana saya menetapjikalau di pekanbaru, kita tau untuk ngekos atau
ngontrak itu di kota sangatlah mahal dan
orang tua mungkin bakalan minjam sana minjam sini kalau saya tetap bersih kukuh
untuk berkuliah, dan lagi lagi tuhan tahu pikiran hambanya sedang buntu, ada
saja jalan oleh tuhan bagi kehidupan saya, saya di ijinkan tinggal dengan
keponakan serumah tanpa bayar karna mungkin keponakan saya ini orang tuanya
sudah menjadi orang berhasil, lagi lagi do’a terjawab, itu Cuma bebarapa
masalah yang selalu ada jalan keluarnya bagi saya, titik masalah terberat
mungkin ketika saya mau memulai perkuliahan tiba tiba bapak saya sakit dan di
vonis gagal ginjal, hampir dua bulan bapak saya tidak bisa bekerja, dan dari
mana saya makan, jangan tanyakan itu, karna tak kan sia sia sang pencipta
menciptakan hambanya,
Ibaratkan waktu itu sebelum
keluar bidikmisi saya berkuliah seakan akan hari demi hari saya selalu berpikir
bagaimana cara saya untuk bertahan dari hari ke hari di kota, dan
allhamdulillah satu semester saya bertahan dan bidikmisi saya lulus, dan
sekarang saya sudah menikmati uang bidikmisi, dari sebelumnya saya merasakan
kesulitan sekarang saya sudah lumayan walau saya belum merasa cukup karna untuk
kuliah di arsitektur mungkin kawan kawan tau bagaimana uang yang keluar, tapi
yang namanya hidup tidak akan mudah terus, pasti ada lobangnya.
Setelah saya lulus bidikmisi
saya berpikiran bagaimana membalas jasa ibu pertiwi ini, saya adalah seseorang
yang biasa biasa saja tidak mempunyai prestasi untuk di banggakan, akhirnya
saya memilih aktif di organisasi, di awali dengan menjadi koordinator bidikmisi
untuk fakultas teknik pada forum mahasiswa bidikmisi di kampus saya, namun
selaku anak kampung saya memliki kendala dari segi bahasa, karna saya baru
megenal kota itu baru baru pas kuliah, dan untuk ergaul saja saya selalu
menjadi anak pendiam, bukan karna saya pemalu melainkan karna saya kurang bisa
berbahasa Indonesia, padahal ilmu komunikasi di dunia arsitektur sangat sangat
di perlukan.
Dan akhirnya ketika saya menjalani amanah
sebagai koordinator bidikmisi ini membuat saya tumbuh dan perkembang sebagai
mahasiswa sosial, mulai dari memperjuangkan orang orang yang tak bisa kuliah
sampai ke mendengar curhatan mahasiswa untuk di loloskan di bidikmisi, sampai
saya pernah di telpon salah seorang orang tua dari calon mahasiswa untuk
meloloskan beasiswa bidikmisi anaknya karna mengira saya ada wewenang untuk
meloloskan mahasiswa bidikmisi, dari sini saya melihat bukan hanya saya yang
mengalami hal ini, pikiran saya menjadi terbuka masih banyak di luar sana hati
yang sangat ingin kuliah namun terkendala, ada banyak di luar sana mimpi yang
tumbuh, Cuma hanya sedikit yang tekadnya mampu mematahkan panggung keadaan,
setiap tahun saya terlibat mengantarkan info bidikmisi ini sampai ke desa desa
lewat program BIDIKMISI GOES TO SCHOOL FORUM MAHASISWA BIDIKMISI UNIVERSITAS
RIAU. Dan yang palin mengesankan itu saya pernah menempuh jarak 200 KM dari
kampung menuju lokasi di kabupaten Kampar, dan jalanan kesana sangatlah tidak
bersahabat, kebun sawit dan tanpa aspal ,tapi kembali lagi ke niat dan rasa
terima kasih tadi.
Mungkin dari kisah ini kawan
kawan dapat mengambil hikmah, ada banyak di luar sana yang sangat ingin
berkuliah dan keadaan tidak mendukung mereka, saya adalah salah satunya , namun
saya juga salah satu orang yang
beruntung dan yang sampai saat ini masih berpikiran bagaimana cara membalas
jasa ibu pertiwi ini, sekarang saya masih mahasiswa semeseter 4, jadi mungkin
saya baru bisa membalas jasa ibu pertiwi ini dengan terjun langsung membantu
calon calon mahasiswa yang kurang mampu.
Pada saat saya menulis ini saya baru mengemban amanah sebagai kepala dinas
advokasi di BEM FT UNRI, di usia yang
mungkin bisa di bilang belum saatnya karna saya masih semester 4. Dan akhirnya
disinilah saya menemukan jalan saya untuk mendapatkan cara bagaimana
mengungkapkan terima kasih kepada ibu pertiwi pada saat menekuni status sebagai
mahasiswa, ya dengan terlibat di garis depan dalam upaya upaya membela hak hak
mahasiswa, dan yang saya ingin tonjolkan disini bukanlah hidup susahnya, tapi
bagaimana kita berpikiran sesuatu yang kita tidak percaya itu bisa kok
terealisasi, karna saya yakin setiap anak bidikmisi pasti memiliki kendala
semua, perlahan lahan mimpi itu
tergambar.
---