Hai,
salam kenal semuanya. Namaku Lusi Agustinah, kelahiran di Majalengka,19 Agustus
2001. Sekarang sedang menempuh program sarjana semerter 2 di Universitas
Pendidikan Indonesia dengan program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pada kesempatan ini aku ingin berbagi cerita perjuangan bersama bidikmisi.
Semoga bisa menginspirasi dan memotivasi temen-temen semua baik yang sedang
berjuang maupun yang sudah menjadi mahasiswa
penerima bidikmisi di Perguruan Tinggi.
Awal
mula dari cita-citaku yang ingin menjadi seorang TKW, dengan alasan ingin punya
banyak harta supaya tidak diremehkan orang lagi. Sesak hidupku yang membuatku tidak bisa merasakan masa
kecil layaknya anak-anak lain. Begitu pun dimasa remaja, aku tidak pernah merasakannya.
Hari-hariku dipenuhi beban pekerjaan dari rumah ke rumah sebagai asisten rumah
tangga. Jika yang lain lepas pulang sekolah bisa bermain dan mengerjakan tugas,
lain halnya aku harus menguras keringat demi uang saku untuk esok hari pergi ke
Sekolah. Aku lakukan karena ingin mengurangi beban kedua orangtuaku. Ayahku
seorang buruh tani yang tak tentu berapa penghasilannya dan kadang Ayah tidak
bekerja karena tenaganya dibutuhkan saat musim tanam saja. Sedangkan Ibuku
kadang membantu Ayah dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai buruh cuci. Selain
harus menghidupiku, kedua orangtuaku juga harus menghidupi kedua adikku, satu
adik kandung dan yang satunya adik angkat. Lelah sebenarnya hidup sebagai
keluarga kurang mampu, selain kesulitan dalam memenuhi kebutuhan, banyak cemoohan
dari orang-orang, kadang mereka yang memperkerjakan baik Ayah, Ibu atau pun aku
memperlakukan kami seenaknya.
Namun,
ketika beranjak masuk MA aku berhenti dari pekerjaanku, karena aku harus tinggal
di asrama. Selama tiga tahun ku mengurung diri di asrama untuk menimba ilmu di
sekolah khusus putri. Aku memilih sekolah disini karena gratis dan juga biaya
asrama perbulannya cukup terjangkau sehingga tidak terlalu memberatkan kedua orantuaku
walaupun jaraknya lumayan jauh dari rumah. Ketika mulai masuk kelas 12 MA,
banyak yang gundah gulana karena guru BK selalu bertanya siapa yang akan
melanjutkan ke Perguruan Tinggi dan tidak, itu pun harus dijawab dengan logis
dan kuat tentunya. Teman-temanku selalu bertanya kepadaku, apakah mau
melanjutkan ke Perguruan Tinggi atau tidak? Namun aku selalu menjawab aku mau
jadi TKW, aku mau cari uang yang banyak biar ekonomi keluargaku bisa berputar
dan kita tidak diremehkan orang lagi. Teman-temanku menanggapi dengan tertawa
lebar. Biarlah mereka tertawa yang penting aku berpegang teguh pada cita-citaku
jadi TKW.
Hari-hari
dikelas 12 MA aku jalani dengan penuh tawa bersama teman-temanku. Ketika detik-detik
mendekati Ujian Sekolah banyak sosialisasi dari Perguruan Tinggi baik Negeri
maupun Swasta. Namun, aku tidak pernah tertarik satu pun karena berpegang teguh
pada cita-citaku jadi TKW. Sampai akhirnnya suatu ketika aku berpapasan dengan
guru BK, beliau memintaku untuk mendata siswa yang akan melanjutkan ke Perguruan
Tinggi berhubung pendaftaran SNMPTN akan segera dibuka. Setelah aku data semua siswa
yang akan melanjutkan, aku kasih data tersebut ke Ibu BK. Kemudian Ibu BK
bertanya kenapa namaku tidak tercantum di data tersebut, aku jawab aja karena
aku tidak akan melanjutkan kuliah ada sesuatu yang lebih penting daripada
kuliah yaitu kerja. Mendengar alasanku tersebut, Ibu BK merekomendasikanku untuk
ikut daftar beasiswa bantuan bidikmisi, beliau menjelaskan apa dan bagaimana
agar bisa mendapatkan bidikmisi. Namun kata beliau aku harus ikut seleksi masuk
Perguruan Tinggi, karena disekolahku minatnya ke SNMPTN dan SBMPTN maka aku
bisa pilih salah satu atau kedua-duanya sebagai cadangan bila tidak keterima di
jalur yang satu.
Kebiasaanku
setiap dua minggu sekali pulang ke rumah untuk meminta uang saku dan persediaan
beras selama di asrama. Ketika pulang, di rumahku sedang ada tamu yaitu
tetanggaku. Ibu ku asik berbincang dengan tetanggaku itu. Namun ada hal yang
menyakitkan bagi Ibuku, tetanggaku bercerita bahwa cucunya akan kuliah di *****
jalur SNMPTN. Dalam pikiranku kan SNMPTN masih mau dibuka, ko itu cucunya kayak
yang udah lolos aja. Singkat cerita tetanggaku itu bertanya pada Ibuku, aku mau
melanjutkan ke Perguruan Tinggi atau tidak? Belum juga dijawab, tetanggaku
bicara lagi katanya aku tidak pantas melanjutkan ke Perguruan Tinggi karena
latar belakang keluargaku sebagai keluarga kurang mampu, untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja kesusahan, ini malah mau kuliah punya uang dari
mana? Dalam hati aku terus beristigfar dan sontak saja mellihat wajah Ibuku
tertampar sekali dengan ucapan tetanggaku tadi.
Setelah
kejadian itu, Ibuku selalu menekanku untuk daftar ke Perguruan Tinggi, namun
aku kadang mengelak karena cita-citaku dan sebenarnya orangtuaku tidak tahu aku
punya cita-cita menjadi TKW. Dan akhirnya sekembalinya ke sekolah aku langsung
menghampiri Ibu BK untuk daftar SNMPTN dan beliau sangat bahagia mandengar
keputusanku. Kemudian aku mengelist persyaratan apa saja yang harus aku persiapkan
untuk daftar bidikmisi dan juga SNMPTN. Malam demi malam ku lalui bersama
teman-teman dan guru pembimbing dalam pendaftaran bidikmisi dan SNMPTN. Kami
harus menginap di sekolah dan kadang meninggalkan jam pelajaran.
Banyak
peristiwa yang harus kulalui, pertama pendaftaran SNMPTN ku susah untuk
difinalisasi, kemudian bidikmisiku belum terverifikasi. Sampai akhirnya guruku
ada yang pergi ke Jakarta untuk memperjuangkan SNMPTN ku. Dan dihari itu juga
aku ditanya kalau seandainya bidikmisinya tidak terverifikasi siap tidak siap
ketika keterima SNMPTN aku harus rela bayar UKT dan melanjutkan perjuangan
mencari beasiswa lain di kampus. Disitu aku kebingungan dan aku membayangkan
wajah Ibuku jika aku mengakhiri semua pasti dia akan kecewa begitu pun guruku
yang ke Jakarta dia pun sama akan kecewa. Aku pun mengiyakan dan siap
menanggung resikonya. Masih kuingat ketika pas adzan magrhib di hari terakhir
penutupan SNMPTN akhirnya aku bisa finalisasi dan segera mengabari guruku.
Betapa bahagianya aku, bisa melanjutkan ke proses berikutnya yaitu pengumuman
walaupun tanpa bidikmisi.
Tibalah
hari pengumuman lolos SNMPTN, ketika itu sedang hujan disertai angin dan petir
dan kebetulan sedang mudik karena sudah beres US-BK tinggal menunggu UN-BK. Nada
hp ku berbunyi, ternyata ada chat dari temanku menanyakan perihal lolos
tidaknya aku. Aku langsung kagert karena belum lihat hasilnya. Dengan ucapan
bismillah, aku buka situs webnya kemudian sesuai aturan aku masukan data yang
dibutuhkan kemudian loading dan hasilnya warna hijau artinya lolos SNMPTN dan
Perguruan Tinggi yang menerimaku yaitu Universitas Pendidikan Indonesia dengan
Progranm Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Setelah
pengumuman itu, aku dibantu guruku dalam mempersiapkan pemberkasan, dan salah
satunya print out kartu pendaftaran SNMPTN. Karena aku masih penasaran dengan
nasib bidikmisiku, aku selalu pantau akun medsos terkait bidikmisi. Dan
ternyata ada instruksi untuk mendownload kembali kartu pendaftaran SNMPTN bagi
pelamar bidikmisi namun belum terverifikasi mengingat jumlah pelamar yang
begitu banyak. Kemudian aku download ulang dan ternytaa tercantum sebagai
pelamar bidkmisi.
Lanjut,
karena waktu pemberkasan pelamar bidikmisi berselang beberapa hari setelah
pengumuman, aku pun segra menyiapkan
berkas yang dibutuhkan. Singkat cerita aku pun ke UPI bersama bapak dan bibi. Alhamdulillah
pemberkasannya lancar tinggal menunggu pengumuman lolos tidaknya bidikmisiku.
Kemudian kami segera pulang ke rumah mengingat hari semakin osre.
Ketika
waktu pengumuman tiba, hatiku dag dig dug penuh kecemasan takut tidak lolos.
Aku memberanikan diri membuka web yang disediakan Universitas, aku masukan data
ku dan alhamdulillah disitu tercantum lolos bidikmisi. Masya Allah, maka nikmat
Tuhan Yang Manakah Yang kamu dustakan? Allah memberikanku banyak kejutan yang
tak disangka-sangka.
Sekarang
aku sudah menginjak semester 2 di perkuliahan. Sebagai mahasiswa bidikmisi aku
harus bisa memberikan yang terbaik dan mempertahankan sebagai penerima beasiswa
bidikmisi. Berbagai lomba aku ikuti untuk mencoba mengukir prestasi, namun
bukan keberuntunganku mungkin. Di setiap lomba aku belum berhasil menduduki 3
besar. Tapi aku tidak akan menyerah, 100 mimpi ku diselembar kertas impian
masih banyak yang belum terwujud. Aku pasti bisa.