Anak
Pinggir Kota Bercita-cita Sarjana
Assalamualaikum wr.wb.
Sebelumnya
perkenalkan nama saya Cika Aprilia dari Universitas Diponegoro saya salah satu
penerima beasiswa bidikmisi angakatan 2019. Mungkin cerita ini akan memotivasi
adik-adik yang sedang putus asa perihal biaya perkuliahan. Saya adalah anak
ke-7 dari 8 bersaudara, ayah lebih disayang Tuhan saat usia saya 3 tahun saat
belum mengenal jelas wajah ayah saya saat itu. Ibu pedagang keliling yang
berdikari yang menemani saya saat masa sulit haruskah berhenti mewujudkan
mimpi? Karena melihat semakin tingginya komersialisasi pendidikan di negeri
ini.
Tepat satu tahun lalu, perjuangan tangis
pecah. Saya tinggal di Ibu kota yang seharusnya label hidup di kota adalah
nikmat karena akses pertumbuhan ekonomi. Namun, itu hanya pola pikir bagi
sebagian orang , ibu tetap harus berdikari dari pedagang keliling apapun yang
halal ia putar otak untuk menghidupi kami . Kelas 12 adalah masa-masa dimana
melanjutkan pendidikan atau sampai disini? Belum lagi stigma masyarakat yang
berpandangan perempuan tidak usah berpendidikan cukuplah di dapur, sumur dan
kasur.
Saya selalu
bilang “buk, saya ingin kuliah. Insyallah kalau memang tidak ada biaya saya mau
sambil kerja”. Ibu menjawab “ ibu Cuma bisa doain yang terbaik”. Kelas 12
adalah masa-masa lelah megumpulkan berkas dan lain-lain karena saya tidak hanya
daftar di satu PTN melainkan semua jalan saya coba bahkan PTLN sekalipun
bagaimanapun saya harus berpendidikan . Pendidikan adalah sebuah kebutuhan masa
kecil yang sudah saya rasakan hidup serba sulit jangan dilanggengkan kembali.
Saya ingat saat ibu bilang maaf karena hanya lauk dengan nasi dan garam saat
saya duduk di Sekolah Dasar. Itu sebabnya saya harus mampuh memutus rantai
kemiskinan tidak hanya untuk saya saja tapi orang disekeliling saya yang
merasakan hal yang sama. Ibu saya hanya pendidikan Sekolah Dasar begitupun
almarhum ayah. Dari delapan bersaudara hanya saya yang diberikan kesempatan
Tuhan dapat menyicip pendidikan perkuliahan.
Hingga suatu
ketika saya bertemu dengan orang-orang baik kakak angkat sekaligus mentor saya
menyarankan untuk daftar beasiswa bidikmisi saat pendaftaran SNMPTN. Dia
berkata “ coba semua beasiswa dek, siapa tahu salah satunya ada yang lolos”.
Pasti ada saja yang membuat semangat hancur terutama saat situasi seperti tahun
lalu saya jalani saya ingat sekali saat oknum pendidik yang seharusnya memberi
semangat. Namun, sebaliknya persis “ kamu nggak akan bisa kuliah, kuliah itu
kan mahal”. Saya nggak tahu kenapa kalimat itu dapat terucap dari orang yang
seharusnya menguatkan sayap-sayap saya setelah beberapa tahun diajar beliau.
Jujur, down, hancur bahkan seperti tidak layak untuk menjadi sarjana. Namun ,
saya selalu ingat doa ibu saya meliputi langit dan bumi. Manusia hanya berusaha
tapi Tuhan punya cara.
Air mata selalu
pecah saat malam saya selalu berasumsi “ saya bisa nggak kayak mereka, untuk
makan aja pasti udah pas-pasan”. Setiap hari saya menyicil berkas bidikmisi
dari harus kelurahan untuk orang yang dadakan dalam menyiapkan memang sedikit
repot karena beberapa persyaratan yang harus disiapkan jauh-jauh hari. Untuk
adik-adik SMA yang sudah mengalami fase ini “kalian hebat”. Tepat pengumuman
SNMPTN (jalur seleksi rapor) saya keterima di pilihan pertama saya jurusan
Antropologi Sosial dengan status “pelamar bidikmisi”. Tapi saat masuk dan
pemberian almamter, kaos olahraga dan lain-lain saya tidak membayar apapun
alias 0 rupiah. Tepat pengumuman bulan september saat itu 99% lolos beasiswa
bidikmisi. Dari tiket keberangakatan saya Jakarta- Semarang diganti oleh
beasiswa bidikmisi. Setiap langkah apapun yang saya ambil utama saya bicara ke
ibu “ doain ya ma cika mau daftar beasiswa”. Utama juga kuatkan ibadah
komunikasi dengan Allah SWT. Walau ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
seperti IP semester harus 3 justru itu bukan beban tersendiri melainkan acuan
saya untuk terus berkembang dan percaya bahwa anak-anak bidikmisi memiliki
tanggung jawab besar. Beberapa hal yang saya ingat untuk terus berpendidikan
adalah “ kalau saya terlahir miskin mungkin bukan kesalahan saya, tapi mati
dengan keadaan miskin itu adalah kesalahan saya.” Sampai kapapun pendidikan
adalah tonggak utama yang dapat mengubah kehidupan saya percaya tersebut.
Karena manusia terus dinamis dan kebutuhan pengetahuan harus tercukupi dengan adanya
belajar.
Saya ingin
bidikmisi ini tidak hanya berhenti disaya, tanggung jawab saya besar sebagai
anak bidikmisi saya memiliki cita-cita untuk membantu cika cika yang lain
diluarsana yang memiliki porsi hidup yang sama . Saya yakin ekonomi bukan
hambatan ketika seseorang mampu memiliki dua kaki untuk menopang usahanya
apapun itu. Untuk kamu yang membaca ini dan sedang mengalami fase yang sama
“semoga diberikan bahu yang kuat untuk menopang semua beban , dan diberi hati
yang lapang atas apapun hasil yang kamu kerjakan”.Bidikmisi bukan hanya sekedar
bantuan finansial tetapi juga bagaiaman penerimanya dapat berkembang dan mampuh
memahami konsep hidup untuk selalu membangun asa, terimakasih bidikmisi.